Sampah Bisa Jadi Pendapatan

Sampah Bisa Jadi Pendapatan

Depok, BINA BANGUN BANGSA – Ternyata sampah dapat juga menghasilkan sebagai pendapatan bagi masyarakat kota, selain lingkungan pun jadi bersih dan sehat. Itulah yang disosialisasikan dan digiatkan kepada masyarakat di lingkungannya Kota Depok, oleh aktivis bank sampah, Saptawati Meina Sophia.IMG-20150523-WA0006

Berawal dari salah satu anggota DPRD Kota Depok beserta tim relawan peduli lingkungan yang memberikan edukasinya tentang bagaimana bank sampah dan manfaatnya bagi masyarakat, membuat bank sampah mulai berdiri di berbagai tempat hingga ratusan yang tersebar di beberapa kecamatan kota Depok. Di kecamatan Tapos sudah berdiri 60 gerai bank sampah, di kecamatan Sukmajaya 120 gerai, Cimanggis 50 gerai, dll.

Walaupun demikian masih perlu sosialisasi kegiatan ini untuk menjadi perhatian para tokoh masyarakat terutama pemeritah setempat serta kepemudaan sehingga ide bank sampah berkembang dan bermanfaat bagi masyarakat secara meluas.

Namun seiring dengan berkembangnya bank sampah ternyata tidak didukung oleh ketersediaan pengangkutan dan gudang penampungan sampah non organik sebelum dijual kepada mitra pembelinya. Sejauh ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan ( DKP ) baru bisa memfasilitasi pengangkutan sampah organik dan residu, meskipun juga belum maksimal.IMG-20150523-WA0007

Kendala lainnya adalah harga sampah yang tidak pernah stabil dan terus menurun, sehingga mengakibatkan mulai berkurangnya semangat nasabah bank sampah untuk menabung. Apresiasi untuk para relawan dan pengurus bank sampah pun masih relatif dikatakan kurang. Banyak relawan yang tidak sekedar tenaga dan waktu, tapi juga yang sifatnya materi untuk membeli peralatan dan perlengkapan operasional masih harus mandiri. Ada beberapa bantuan dari Badan Lingkungan Hidup kota Depok berupa peralatan seperti timbangan, alat biopori, karung, keranjang, dsb. Tapi belum merata dan tidak mencukupi jumlahnya.

Maka harapannya agar pemerintah khususnya kota Depok lebih memberikan perhatian dan dukungan demi keberlangsungan dan pengembangan program bank sampah ini, termasuk selalu membuka pendidikan dan pelatihan tentang ketrampilan kerajinan tangan ( handycraft ) berbahan dasar sampah, sehingga memberi nilai tambah bagi masyarakat. Terutama perhatian dan fasilitas bagi para relawan dan pengurus bank sampah dalam mengembangkan program ini, terutama bantuan kendaraan transportasi untuk pengangkutan sampah kepada mitra pembeli sangat diharapkan demi efektifitas dan efisiensi program ini.

Ini Alasan Kemendagri Tolak Tunjangan Kendaraan Operasional DKI

kendaraan operasional dkiJakarta, Anggaran tunjangan transportasi untuk PNS DKI itu baik dan efisien. Tapi, anggaran tersebut akhirnya dicoret karena tidak memiliki dasar hukum.

Direktur Jenderal (Dirjen) Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek yang mengatakan itu saat dikontak, Sabtu (4/4).

Dia mengatakan, Pemprov DKI menganggarkan dana sebesar Rp400 miliar sebagai biaya untuk tunjangan kendaraan operasional. Karena landasan hukum yang belum jelas, Donny mengimbau DKI agar mengalihkan anggaran tersebut untuk belanja publik. Apalagi, yang mendapat kendaraan operasional hanya sebatas pejabat eselon I dan gubernur saja.

“Lagipula yang dapat kendaraan operasional ini pejabat eselon I dan pimpinan daerah, yaitu Gubernur saja. Kalau pejabat lain enggak dapat kendaraan operasional, adanya kendaraan dinas operasional,” tukasnya.

Sebagaimana diketahui, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku heran dengan langkah Kemendagri mengoreksi anggaran tunjangan untuk transportasi bagi PNS DKI. Menurutnya, ia tidak perlu memberikan kendaraan dinas kepada PNS DKI karena enggan membayar biaya perawatan bulanan dan asuransi.

“Makanya kami tawarin mau ambil uang atau kendaraan dinas. Kalau mobilnya nganggur, kami abisin duit Rp 10 juta lebih tiap bulannya. Cuma kan ini sbuah terobosan yang belum siap aturannya,” kata Ahok. [sam]

Link terkait: Ini Alasan Kemendagri Tolak Tunjangan Kendaraan Operasional DKI – RMOL.CO.

Kemendagri Anggap Rancangan Keuangan APBD DKI Tidak Pro Rakyat

Portal Infokom —Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menilai rancangan kebijakan keuangan daerah APBD DKI 2015 belum sepenuhnya berpihak ke rakyat.

Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri Reydonnyzar Moenek mencontohkan besarnya anggaran untuk belanja jasa perkantoran yang jumlahnya mencapai Rp 4,1 triliun.

Anggaran sebesar itu jauh lebih besar ketimbang anggaran perbaikan dan perawatan infrastruktur jalan, yang hanya Rp 2,9 triliun. “Seharusnya turunkan anggaran untuk jasa perkantoran, besarkan anggaran untuk perbaikan jalan,” ujar Donny, dalam Rapat pembahasan Rapergub bersama jajaran Pemprov dan DPRD DKI di Kemendagri, Kamis (2/4).

Padahal, ujar dia, anggaran belanja jasa perkantoran merupakan mata anggaran belanja jasa pegawai yang tahun lalu juga sudah dapat sorotan Kemendagri.

Pada APBD DKI tahun 2014, kata Donny, besaran mata anggaran itu mencapai Rp 19,02 triliun. Sedangkan di APBD DKI 2015 yang menggunakan pagu anggaran APBD-P 2014, besaran mata anggaran belanja pegawai bukannya menurun, malah semakin bertambah. “Ini kok malah naik lagi belanja pegawainya setelah rapergub,” ujar Donny sambil menunjukkan tayangan slide di ruang rapat.

Di slide tertulis, awalnya raperda belanja pegawai Rp 19,020 triliun (28 persen). Tapi setelah jadi rapergub, angkanya justru naik menjadi Rp 19,520 triliun (30 persen). Dengan demikian ada kenaikan dua persen.

Dengan temuan itu, Donny menegaskan Pemprov DKI harus merevisi lagi anggaran itu, sebelum RAPBD kembali diserahkan ke Kemendagri 10 April nanti. “Kita evaluasi efektivitas, efisiensi, kepatutan, kewajaran, rasionalitas serta asas manfaatnya,” ucap dia.

Link terkait: Kemendagri Anggap Rancangan Keuangan DKI Tidak Pro Rakyat » Jakartaraya | Aktual.co.

Bau Busuk Swastanisasi Sampah DKI Jakarta

Bau Busuk Swastanisasi Sampah DKI Jakarta

Oleh : Iwan Piliang, Citizen Reporter

Jakarta, BINA BANGUN BANGSA – Bagaimana persepsi Anda tentang tukang sampah di Jakarta? Untuk mengungkap hal itu, kanal teve Inggris, BBC Two, pada awal 2012, sengaja mendatangkan Wilbur Ramirez. Sosok tukang sampah di Kerajaan Inggris itu, mereka minta memungut sampah mendampingi tukang sampah Jakarta. Pilihan jatuh ke kawasan Guntur, Jakarta Selatan. Lantas mengudaralah program teve bertajuk The Toughest Place to be A Binman. Tayang awal 2012 lalu.

Kontennya, Ramirez mereka pertemukan dengan tukang sampah, Imam Syafii. Mereka berdua sama-sama kerja memungut sampah. Hasilnya: Imam memungut sampah 3 RT berkeliling dengan gerobak ber-gir kriuk-kriuk. Dinding gerobak kawat berkarat. Ban licin. Gerobak terbuka menganga. Penampilan Imam bersandal jepit, celana digulung, bagian bawah bertatah tanah. Imam bekerja pagi dan siang.

Bandingkan dengan Ramirez. Ia bekerja untuk kawasan 3 blok. Ia menyetir mobil sampah dengan ruang ber-AC. Ramirez berbaju oranye ber –spotlight silver. Dua garis warna metal menghiasi bagian lingkar bawah celananya. Ia bersarung tangan karet kuning tebal. Imam boro-boro. Imam memungut sampah dengan tangan terbuka. Jam kerja Ramirez hanya di pagi hari.

Untuk menyebut penghasilan bulanan, kerongkoran bagaikan usai lari 10 km belum meneguk minum. Imam berpenghasilan Rp 800 ribu, plus tambahan tips dari warga dengan angka tak menentu. Ia tinggal di pemukiman berdinding triplek, 3 x 3 meter dihiasi temaram dengungan banyak nyamuk. Sementara Ramirez, tinggal di rumah berdinding batu permanen. Biaya sekolah anaknya gratis.

Setelah 10 hari bekerja dan tinggal bersama Imam, Ramirez berkomentar “Saya sangat kagum dan takjub dengan kehidupan Imam.”

Pekan lalu, M.Taufik, Pimpinan Pusat Kajian Jakarta bersama Bangun Gotong Royong Jakarta (Bangrojak), kepada media di Galeri Café, Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, menyampaikan bahwa, “Pengelolaan sampah di DKI yang telah diswastakan di 44 Kecamatan, ternyata pemborosan masif. Hanya menguntungkan segelintir kalangan tertentu saja.”

Pemborosan dimaksud Taufik, biaya sapu jalan Rp 27,77 per meter persegi. Biaya angkut dengan truk besar Rp 167,143/ton, ke tempat pembuangan akhir. Dan pengolahan di pembuangan akhir mencapai Rp 180 ribu/ton. “Sehingga untuk biaya sampah di DKI Jakarta, bisa lebih dari Rp 350 ribu per ton. “Itu setara dengan harga batubara kalori rendah, 5.500,” ujar Taufik.

Sehari tonase sampah di DKI Jakarta 6.500 ton.

Bila program kerja Jokowi-Ahok sebagai Gubernur dan wakil Gubernur untuk menciptakan padat karya, maka menciptakan lapangan kerja di sektor sampah ini, bisa menjadi pilihan tepat. Logika Taufik, bila kerjasama dengan swasta dihentikan, maka tukang gerobak seperti Imam Syafii yang bekerja di kawasan Guntur, Jakarta Selatan itu, bisa bergaji tetap setidaknya Rp 2 juta sebulan. Ia dapat memperoleh asuransi kesehatan dan pendidikan anak gratis sebagaimana didapat oleh Ramirez.

“Setidaknya bisa dibuka 5.000 peluang kerja baru di DKI Jakarta. Lebih dari itu, sosok pemungut sampah gerobak, menjadi lebih manusiawi bekerja di tengah gedung mentereng Jakarta,” tutur Taufik.

Logika Taufik layak mendapatkan dukungan. Apalagi dalam verifikasi saya di lapangan, swastanisasi sampah di 44 kelurahan, terindikasi hanya melanggengkan jalinan temali kartel sampah di DKI Jakarta. Indikasi kebocoran besar dapat saya temui ketika mengikuti truk yang pengangkut sampah ke bantar gebang. Truk-truk yang berlabel swasta, ternyata banyak menggunakan truk Pemda DKI. Lah mana investasi swasta itu?

Di tempat penampungan akhir, patut diduga tajam permainan timbangan terjadi. Seluruh muatan sampah, berikut truk-truk butut, ditimbang. Dan tidak ada timbangan bagi truk keluar. Pemda membayar sesuai timbangan sampah ke pihak swasta. Bila disimak truk Pemda yang tonasenya maksimum 7 ton, dalam laporan swasta menagih ke Pemda DKI, mereka mengakut satu rit, satu kali jalan 14 ton. Berbeda dua kali lipat.

Angka total tonase 6.500 ton sampah perhari itu pun sangat layak diaudit. Karenanya sebagaimana komentar Boy Sadikin, anggota DPRD, juga ketua DPD PDIP DKI, agar pengelolaan sampah ini diaudit, sudah sepantasnya dan kudu dilakukan.

Selain hal di atas, kepada kawan-kawan media pekan lalu sambil berseloroh saya mengatakan: Jika saya diminta mengelola kebersihan dan taman di lingkungan Monumen Nasional (Monas) saat ini, maka buah-buah kelapa tua coklat bergelayutan di beberapa rumpun pohon kelapa di sana, akan saya sepuh emas. Agar selanggam dan seirama dengan emas yang ada di puncak Monas. Mengingat anggaran yang disediakan Pemda untuk kebersihan Monas mencapai Rp 50 miliar setahun. Angka Rp 50 miliar ini setara untuk mengurus di 5 wilayah anggarannya tersedia di Sudin, total Rp 250 miliar setahun.

Sementara anggaran lebih Rp 1 triliun di Kepala Dinas Kebersihan, juga layak mendapatkan audit yang transparan. Apalagi di media pekan lalu, Unu Nurdin, Kepala Dinas Kebersihan, seperti di Poskota, 30 Juni 2013 kemarin, mengklaim pembelaan terhadap perusahaan operator di tempat pengolahan akhir. Ia mengatakan,” Tidak ada masalah dengan operator dan pengelolaan 6.500 ton sampah tak masalah.”

Bila tonase sampah itu saja terindikasi tajam sebuah angka penggelembungan volume, belum indikasi markup biaya, kalimat Unu menjadi tanda tanya. Lebih menjadi tanda tanya lagi mengapa sosok yang seharusnya sudah pensiun menjadi Kepala Dinas Kebersihan, justru dilantik di saat persis di hari pensiunnya? Adakah kekuatan kartel sampah demikian sakti di DKI Jakarta? Kendati pun Gubernur Jokowi sudah begitu transparan? Entahlah.

Yang jelas Paparan M Taufik di atas dapat menjawab kenyataan yang ada. Apalagi jika kerendahan hati verifikasi media nyata. Maka angka-angka, disampaikan Taufik, akan lebih bermanfaat bagi menciptakan lapangan kerja baru.

Sehingga bisa mengangkat nasib dan kehidupan pengangkut sampah seperti Imam Syafii. Kendati tak sehebat Ramirez di Inggris, paling tidak bisa membuat mereka manusiawi. Jika hal itu dilakukan, artinya Pemda DKI Jakarta tidak memperkaya juragan sampah yang hanya beberapa gelintir orang, namun mereka labih acap bermain golf, termasuk mara ber-golf ke Pebble Beach, yang telah lima kali menjadi host US Open itu.

(kompasiana.com)

Ormas Betawi Harus Bangun Kota Jakarta, Jangan Jadi Penonton

Jakarta, BINA BANGUN BANGSA – Bahrullah Akbar, tokoh betawi meminta seluruh tokoh dan pimpinan Ormas Betawi berperan aktif dalam pembangunan kota Jakarta.

“Jangan kite cuma jadi penonton dan teriak-teriak dari luar. Kita harus jadi pemain yang ikut menentukan arah kemajuan ibu kota,” tukasnya serius .

Dijelaskan Bahrullah, seruan tersebut dikumandangkan karena partisipasi pembangunan harus dilakukan dengan bersinergi dengan pemerintahan yang ada dan mengikuti aturan serta tata tertib yang berlaku, bukan sendiri-sendiri.

“Pimpinan dan anggota Ormas Betawi harus paham dengan Undang-Undang, khususnya Undang-Undang Keormasan. Harus tahu peran, fungsi serta mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh ormas,” paparnya.

Untuk itu, lanjut Bahrullah, diskusi yang konstruktif harus banyak dilakukan anak Betawi. Agar membuka paradigma pemikiran yang lebih maju.

“Kite, kaum Betawi harus lebih intensif mendiskusikan langkah ke depan yang lebih strategis untuk meningkatkan peran kaum Betawi di Jakarta,” tandasnya.

Sementara itu, tokoh Bamus Betawi Zainuddin MH (Oding) menegaskan pentingnya Betawi menyatukan potensi yang dimiliki. “Kita harus bersatu mengedepankan ukhuwah Betawiah dan meninggalkan perbedaan, apalagi saling curiga diantara kaum Betawi,” tandasnya.

Tantangan besar dalam meningkatkan peran kaum Betawi sebagai tuan rumah di Ibukota Negara ini, hanya bisa dijawab dengan saling bekerjasama.”Ini penting agar kaum Betawi benar-benar punya peran strategis mewarnai kebijakan pemerintah DKI Jakarta”, ujarnya. (Ris)

Follow by Email
Facebook
Instagram
Telegram
WhatsApp
Ada yg bisa kami bantu ?...